Selasa, 03 September 2013

Resusitasi BBL



A.  PENGERTIAN
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4-6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997)

B.  ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.

C.  FISIOLOGI
Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan biokomia darah dan sebagainya. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak (squeeze) dan sebagian kecil diserap  oleh pembuluh darah kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru .aliran darah balik paru (venous return) akan meningkat. Sehingga akibatnya akan terjadi  aliran darah keluyar dari ventrikel  kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan  tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi  2 atau 3 hari post natal Kadang-kadang sampai lebih dari 7 hari post natal  (Behrman , 1992).
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.

D.  PATOFISIOLOGI
1.    MASALAH  PELAYANAN  PERINATAL
Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat pelayanan yang tepat.
2.    PELAYANAN  INTRANATAL
Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka  pada pusat rujukan diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan  dapat mengurangi kematian perinatal.

3.    PELAYANAN POSTNATAL
Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan  oleh pelayanan kebidanan. Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat menderita  renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru disadari  bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal. Pemberian ASI telah terbukti dapat mengurangi angka kesakitan akibat  infeksi. Untuk itu perlu ditingkatkan terus usaha promosi ASI dan byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat gabung.

E.   MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

F.   PENATALAKSANAAN MEDIS
Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
1.    sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2.    kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3.    kerusakan neurologis.
4.    kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5.    syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
Penting untuk resusitasi yang efektif :
1.    Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik
2.    Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif
3.    Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.
4.    obat-obatan dan cairan yang diperlukan.


G.  PELAKSANAAN  TINDAKAN  RESUSITASI
1.    Penilaian :
a.    Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah. nilai apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
b.    Segera setelah bayi lahir Nilai apakah bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak bernafas dan apakah bayi lemas atau tungkai.
2.    Keputusan
keputusan perlu dilakukan tindakan resustasi apabila :
a.    Air ketuban bercampur mekonium
b.    Bayi tidak bernafas atau megap-megap
c.    Bayi cemas atau tungkai
3.    Tindakan
Segera lakukan tindakan apabila bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah resustasi BBL.
Persiapan Resustasi BBL
Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami kenaikan otak.
1.    Persiapan keluarga : sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat pada ibu dan bayinya.
2.    Persiapan tempat resusitasi yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi tempat resusitasi sebaiknya didekat sumber pemanas (misal : lampu surat) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka biasanya digunakan lampu surat atau bahkan berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax, nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi
3.    Persiapan alat, sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a.    2 helai kain / handuk
b.    Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil/bantul kecil
c.    Alat penghisap lendir delle atau bulu karet
d.   Tabung dan sungkap atau balon atau sungkup neonatal
e.    Kotak alat resusitasi
f.     Jam atau pencatat waktu.
Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), diperlukan persiapan khusus karena bayi tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk berventilasi dan rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga memiliki pembuluh darah imatur di otak sehingga rentan terhadap perdarahan; kulit yang tipis dan bisang permukaan yang luas, sehingga menyebabkan hilangnya panas dengan cepat; semakin rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko syok hipovolemik.
Langkah-langkah Resusitasi BBL
1.    Langkah awal : Sambil melakukan langkah awal beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernafas dan minta keluarga mendampingi ibu. Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara umum 6 langkah awal dibawah ini cakup untuk merangsang bayi baru lahir.
2.    Jaga bayi tetap hangat
a.    Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hanya.
b.    Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum dan selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
c.    Pindahkan bayi keatas kain ke tempat resusitasi di bawah alat pemancar panas tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap

3.    Atur posisi bayi
a.    Baringkan bayi terlentang di alas yang di atas dengan kepala didekat penolong
b.    Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).
c.    Isap Lendir / Bersihkan jalan nafas
d.   Kepala bayi dimirngkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang.
e.    Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud.

4.    Keringkan dan rangsang bayi
a.    Keringkan bayi mulai dari mulut kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan rangsangan ini dapat memulai pernafasan bayi atau pernafasan lebih baik.
b.    Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :
1)   Menepuk atau menyentil telapak kaki
2)   Menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.

5.    Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi
a.    Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
b.    Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat diteruskan
c.    Atur kembali posisi terbalik kepala bayi sedikit ekstensi

6.     Lakukan penilaian bayi.
a.    Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas
1)   Letakkan bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.
2)   Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya
b.    Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi.
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka, alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.
1.    Pasang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi
2.    Ventilasi percobaan (2 x)
a.    Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa memulai bernafas dan sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka dan bebas.
b.    Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang maka :
1)   Periksa posisi kepla, pastikan posisinya sudah benar
2)   Perksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran
3)   Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali)
3.    Ventilasi Definitif (20 kali dalam 30 detik)
a.    Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air,m 20 kali dalam 30 detik.
b.    Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan.
4.    Lakukan penilaian
a.    Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan pasca resusitasi
b.    Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi
1)   Lakukan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya
2)   Evaluasi hasil ventlasi setiap 30 detik
3)   Lakukan penilaina bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megak-megap. Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventlasi dan pantau bayi dengna seksama, berikan asuhan pasca resusitasi. Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20 x untuk 30 detik berikutnya dan nailai haslnya setiap 30 detik.
c.    Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit di ventilasi
1)   Minta keluarga membantu persiapan rujukan
2)   Teruskan resusitasi sementara persiapan rujuakn dilakukan
d.   Bila bayi tidak dirujuk
1)   Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
2)   Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil. Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak. Sehingga akan menderita kecacatan yang berat/meninggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar