A. PENGERTIAN
Resusitasi
merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ
vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan
tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada
sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem
tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4-6
menit).
Tindakan
resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang
mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh
perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada
saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk
memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997)
B. ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebabnya
karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat
pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa
persalinan.
C. FISIOLOGI
Waktu bayi
lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan
biokomia darah dan sebagainya. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar
akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada
dinding thorak (squeeze) dan sebagian kecil diserap oleh pembuluh darah kecil.
Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat
bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum lahir
berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan
bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah paru .aliran darah balik paru (venous return) akan meningkat. Sehingga
akibatnya akan terjadi aliran darah keluyar dari ventrikel kiri.
Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan
tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan tekanan arteri
pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari
post natal Kadang-kadang sampai lebih dari 7 hari post natal (Behrman ,
1992).
Ekspansi
paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi
dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar
yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan
hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari
hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus,
right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis
metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa
kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan
sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar
neonatus dengan apnu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap,
bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut
apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder.
Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder.
Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan
obat-obatan.
D. PATOFISIOLOGI
1. MASALAH PELAYANAN
PERINATAL
Sebagian
besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan
umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai
tingkat pelayanan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin
tidak mendapat pelayanan yang tepat.
2. PELAYANAN INTRANATAL
Kematian
terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis
mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin.
Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta
serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai
sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin
dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen
mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka pada pusat rujukan
diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya
faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan
dapat mengurangi kematian perinatal.
3. PELAYANAN POSTNATAL
Kehidupan
dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan oleh pelayanan kebidanan.
Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma
dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat
menderita renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru
disadari bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi
risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko
dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian
perinatal. Pemberian ASI telah terbukti dapat mengurangi angka kesakitan
akibat infeksi. Untuk itu perlu ditingkatkan terus usaha promosi ASI dan
byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat gabung.
E. MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
Gejala
umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi
adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan
adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap,
denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot
menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kondisi
yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
1. sumbatan jalan napas : akibat lendir
/ darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2. kondisi depresi pernapasan akibat
obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal,
narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3. kerusakan neurologis.
4. kelainan / kerusakan saluran napas
atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan
kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. syok hipovolemik misalnya akibat
kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama
kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu
selanjutnya.
Penting untuk resusitasi yang efektif :
1. Tenaga yang terampil, tim kerja yang
baik
2. Pemahaman tentang fisiologi dasar
pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif
3. Kemampuan / alat pengaturan suhu,
ventilasi, monitoring.
4. obat-obatan dan cairan yang
diperlukan.
G. PELAKSANAAN TINDAKAN
RESUSITASI
1. Penilaian :
a. Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban
pecah. nilai apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada
presentasi kepala.
b. Segera setelah bayi lahir Nilai apakah
bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak
bernafas dan apakah bayi lemas atau tungkai.
2. Keputusan
keputusan perlu dilakukan tindakan
resustasi apabila :
a. Air ketuban bercampur mekonium
b. Bayi tidak bernafas atau megap-megap
c. Bayi cemas atau tungkai
3. Tindakan
Segera lakukan tindakan apabila bayi
tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah resustasi
BBL.
Persiapan Resustasi BBL
Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap
melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat
menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan.
Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami
kenaikan otak.
1. Persiapan keluarga : sebelum
menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang dapat pada ibu dan bayinya.
2. Persiapan tempat resusitasi yang diperlukan
meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi gunakan ruangan yang hangat dan
terang. Tempat resusitasi hendaknya rata keras, bersih dan kering, misalnya
meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar kondisi yang rata diperlukan
untuk mengatur posisi kepala bayi tempat resusitasi sebaiknya didekat sumber
pemanas (misal : lampu surat) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu
yang terbuka biasanya digunakan lampu surat atau bahkan berdaya 60 watt atau
lampu gas minyak bumi (petromax, nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi
3. Persiapan alat, sebelum menolong
persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi
dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a. 2 helai kain / handuk
b. Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain,
kaos, selendang, handuk kecil/bantul kecil
c. Alat penghisap lendir delle atau
bulu karet
d. Tabung dan sungkap atau balon atau
sungkup neonatal
e. Kotak alat resusitasi
f. Jam atau pencatat waktu.
Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia
kehamilan kurang dari 37 minggu), diperlukan persiapan khusus karena bayi
tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk berventilasi dan
rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga
memiliki pembuluh darah imatur di otak sehingga rentan terhadap perdarahan;
kulit yang tipis dan bisang permukaan yang luas, sehingga menyebabkan hilangnya
panas dengan cepat; semakin rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko
syok hipovolemik.
Langkah-langkah Resusitasi BBL
1. Langkah awal : Sambil melakukan
langkah awal beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan
untuk memulai bernafas dan minta keluarga mendampingi ibu. Langkah awal perlu
dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara umum 6 langkah awal
dibawah ini cakup untuk merangsang bayi baru lahir.
2. Jaga bayi tetap hangat
a. Alat pemancar panas telah diaktifkan
sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hanya.
b. Letakkan bayi di atas kain yang ada
di atas perut ibu atau dekat perineum dan selimuti bayi dengan kain tersebut,
potong tali pusat.
c. Pindahkan bayi keatas kain ke tempat
resusitasi di bawah alat pemancar panas tubuh dan kepala bayi dikeringkan
dengan menggunakan handuk dan selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan
mekonium, dianjurkan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap
3. Atur posisi bayi
a. Baringkan bayi terlentang di alas
yang di atas dengan kepala didekat penolong
b. Ganjal bahu agar kepala sedikit
ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).
c. Isap Lendir / Bersihkan jalan nafas
d. Kepala bayi dimirngkan agar cairan
berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang.
e. Mulut dibersihkan terlebih dahulu
dengan maksud.
4. Keringkan dan rangsang bayi
a. Keringkan bayi mulai dari mulut
kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan rangsangan ini dapat
memulai pernafasan bayi atau pernafasan lebih baik.
b. Lakukan rangsangan taktil dengan
beberapa cara di bawah ini :
1) Menepuk atau menyentil telapak kaki
2) Menggosok punggung, perut, dada,
atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
5. Atur kembali posisi kepala dan
selimuti bayi
a. Ganti kain yang telah basah dengan
kain bersih dan kering yang baru
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan
tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat diteruskan
c. Atur kembali posisi terbalik kepala
bayi sedikit ekstensi
6. Lakukan penilaian bayi.
a. Lakukan penilaian apakah bayi
bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas
1) Letakkan bayi diatas dada ibu dan
selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit
ibu-bayi.
2) Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi
sambil membelainya
b. Bila bayi tidak bernafas atau
megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi.
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk
memasukkan sejumlah udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif yang
memadai untuk membuka, alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan
teratur.
1. Pasang sungkup agar menutupi mulut
dan hidung bayi
2. Ventilasi percobaan (2 x)
a. Lakukan tiupan udara dengan tekanan
30 cm air. Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa memulai bernafas dan sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka dan
bebas.
b. Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang maka :
1) Periksa posisi kepla, pastikan
posisinya sudah benar
2) Perksa pemasangan sungkup dan
pastikan tidak terjadi kebocoran
3) Periksa ulang apakah jalan napas
tersumbat cairan atau lendir (isap kembali)
3. Ventilasi Definitif (20 kali dalam
30 detik)
a. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm
air,m 20 kali dalam 30 detik.
b. Pastikan udara masuk (dada
mengembang) dalam 30 detik tindakan.
4. Lakukan penilaian
a. Bila bayi sudah bernapas normal,
hentikan ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan pasca resusitasi
b. Bila bayi belum bernapas atau
megap-megap, lanjutkan ventilasi
1) Lakukan ventilasi dengan tekanan 20
cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya
2) Evaluasi hasil ventlasi setiap 30
detik
3) Lakukan penilaina bayi apakah
bernafas, tidak bernafas atau megak-megap. Bila bayi sudah mulai bernapas
normal, hentikan ventlasi dan pantau bayi dengna seksama, berikan asuhan pasca
resusitasi. Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi
dengan tekanan 20 cm air, 20 x untuk 30 detik berikutnya dan nailai haslnya
setiap 30 detik.
c. Siapkan rujukan bila bayi belum
bernapas normal sesudah 2 menit di ventilasi
1) Minta keluarga membantu persiapan
rujukan
2) Teruskan resusitasi sementara
persiapan rujuakn dilakukan
d. Bila bayi tidak dirujuk
1) Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
2) Pertimbangkan untuk menghentikan
tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil. Bayi
yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami
kerusakan otak. Sehingga akan menderita kecacatan yang berat/meninggal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar