Sekiranya kita hendak berbicara tentang
Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah
ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan
haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka
tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar
mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita
lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah
orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!
Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya.
Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi,
shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal
yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga
keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya.
Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan
kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah
Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat
Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)
Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul
dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita
mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam
menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata
prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali
terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang
sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya
hingga akhir zaman.
Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak
lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi.
Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang
bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang
paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa
andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan
kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan
kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.
Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi
kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa
dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki
kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin
kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.
Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat
terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa
yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan
duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian
terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.
Misalnya saja shalat, "Qadaflahal mu’minuun. Alladziina hum fii
shalaatihim" (QS. Al Mu’minuun [23] : 1-2). Amat sangat berbahagia serta
beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya. Artinya, shalat yang
terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga
kualitas shalatnya. Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin. Alladziina hum’an
shalatihim saahuun" (QS. Al Maa’uun [107] : 4-5). Kecelakaanlah bagi
orang-orang yang lalai dalam shalatnya!
Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa
Jalla berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun
tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata
karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima
oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.
Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih
mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan
sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa
bermamfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan
meningkatkan mutu keunggulannya.
Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan
apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman
hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati
perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah
bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.
Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan
terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai
dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan
syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di
akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.
Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya
terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu
dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta
ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan
perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki
oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para
sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.
Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang
pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah
dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya
yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini,
daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan
itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa
atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!
Ingat, wahai hamba-hamba Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada
Allah ...!’ (QS. Ali Imran [3] : 110).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar