A. Pengertian
Ascites berasal dari bahasa yunani
yang artinya kantong atau tas. Ascites adalah menumpuknya cairan patoligis dalam
rongga abdominal. (Jurnal kesehatan, 2012).
Ascites adalah akumulasi dari cairan
(biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning pucat dan bening) dalam
rongga perut (peritoneal).
Rongga perut berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh diaphragma.
Cairan ascites dapat mempunyai banyak sumber-sumber seperti penyakit
hati, kanker-kanker, gagal jantung , atau gagal
ginjal. (Randi, 2009)
B. Etiologi
Penyebab yang paling umum dari
ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut atau sirosis. Kira-kira 80% dari kasus-kasus
ascites diperkirakan disebabkan oleh sirosis. Meskipun mekanisme yang tepat
dari perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya, kebanyakan teori-teori
menyarankan portal hypertension
(tekanan yang meningkat adalam aliran darah hati) sebagai penyumbang utama.
Asas dasarnya adalah serupa pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim
tekanan tinggi) dan luar, dalam kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah).
Kenaikan dalam tekanan darah portal dan pengurangan dalam albumin (protein yang
diangkut dalam darah) mungkin bertangung jawab dalam pembentukan gradien
tekanan dan berakibat pada ascites perut. (Randi, 2009)
Faktor-faktor lain yang mugkin
berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air. Volume darah yang
bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-ginjal
karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari
darah. Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih
banyak garam dan air untuk mengkompensasi volume yang hilang.
Beberapa penyebab-penyebab lain dari
ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung
kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan oleh penahanan
cairan keseluruhan dalam tubuh. Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang
meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan oleh rintangan internal atau
eksternal dari pembuluh portal, berakibat pada portal hypertension tanpa
sirosis. Hal ini disebabkan oleh massa (atau tumor) yang menekan pada
pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan
(gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal dan
menongkatkan tekanan dalam pembuluh (contoh, Budd-Chiari syndrome).
Ada juga pembentukan ascites sebagai
akibat dari kanker-kanker, yang disebut malignant
ascites. Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah
manifestasi-manifestasi dari kanker-kanker yang telah lanjut dari organ-organ dalam
rongga perut, seperti : kanker
usus besar, kanker pankreas, kanker lambung, kanker
payudara,
lymphoma, kanker paru-paru, atau kanker indung telur.
Pancreatic
ascites dapat
terlihat pada orang-orang dengan pancreatic
atau peradangan pankreas kronis.
Penyebab yang paling umum dari pankreatic kronis adalah penyalahgunaan alkohol
yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga disebabkan oleh pankreatitis
akut serta trauma pada pankreas.
Tingkat
ascites dapat ditentukan oleh semikuantitatif sebagai berikut:
1. Level
1: Bila terdeteksi dengan pemeriksaan fisik yang sangat menyeluruh
2. Level
2: Mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik biasa tetapi dalam jumlah
minimal cairan.
3. Level
3: Dapat dilihat tanpa pemeriksaan fisik khusus tetapi tidak tegang permukaan
perut.
4. Level
4: Asites permagna.
C. Patofisiologi
Penumpukan cairan asites menggambarkan kadar natrium total
dalam tubuh dan pengeluaran air. Tetapi awal terjadinya ketidak seimbangan
belum jelas. Terdapat 3 teori mengenai terbentuknya asites;
- Teori pengisian; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan jumlah cairan antara jaringan vaskuler adalah HT portal dan penurunan sirkulasi aliran darah. Hal ini mengaktifkan renin plasma, aldosteron, dan saraf simpatis sehingga menyebabkan retensi natrium dan air.
- Teori overflow; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan adalah retensi natrium dan air di ginjal akibat kurangnya volume darah. Teori ini terbentuk berdasarkan observasi pada pasien sirosis yang terdapat hipervolemia intervaskuler.
- Teori yang terakhir hipotesa mengenai vasodilatasi arteri perifer mencakup ke dua teori diatas. Teori ini mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi yang akan menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan penyakit akan terjadi peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan retensi natrium dan cairan plasma keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan cairan pada cavum peritoneal. Berdasarkan teori vasodilatasi, teori underfilling berlaku pada sirosis tahap lanjut. (Unggul Budihusodo, 2012)
Walupun perkembangan hipertensi
portal dan retensi natrium masih belum jelas, hipertensi portal tampaknya
meningkatkan kadar NO. NO akan mengakibatkan vasodilatasi perifer
splanknikusdan vasodilatasi perifer. Pasien dengan asites mempunyai aktivitas
enzim arteri nitrit oksidase lebih besar dari pada pasien tanpa asites.
Terdapat beberapa faktor yang
mendukung penumpukan cairan pada cavum abdomen. Faktor pertama adalah
peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, hipoalbumin, penurunan
tekanan onkotik plasma akan mengakibatkan keluarnya cairan plasma ke rongga
peritoneal, oleh karena itu asites jarang terjadi pada pasien sirosis kecuali
jika terdapat hipertensi portal dan hipoalbumin.
D. Faktor
Resiko Untuk ascites
Penyebab yang paling umum dari
ascites adalah sirosis hati. Banyak dari faktor-faltor risiko untuk
mengembangkan ascites dan cirrhosis adalah serupa. Faktor-faktor risiko yang
paling umum termasuk hepatitis B, hepatitis C, dan penyalahgunaan alkohol yang
berkepanjangan. Faktor-faktor risiko yang berpotensial lainnya berhubungan
dengan kondisi-kondisi lain yang mendasarinya, seperti gagal jantung congestif, malignancy, dan penyakit ginjal. (Seputar
Harian Indonesia, 2012)
E. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada
tanda-tanda hipertensi dan penyakit hati kronik. (www.daherba.com,2013).
1.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penyakit hati meliputi
ikterik, palmar eritem, spindernevi.
2.
Pada papasi hati sulit teraba jika terdapat asites dalam
jumlah yang banyak, tapi umumnya hati membesar. Puddlesign menunjukan terdapat
sebanyak 120 ml cairan. Ketika jumlah cairan pertoneal sebanyak 500 ml asites
dapat ditunjukan dengan pemeriksaan shiftingdulness
+. Gambaran gelombang cairan biasanya tidak akurat.
3.
Peningkatan cairan v.jugularis menunjukan penyebab utamanya
dari jantung. Nodul kenyal pada daerah umbilikus yang disebut sister mary joseph nodul, jarang
ditemukan tetapi umumnya menggambarkan adanya Ca peritoneal juga berasal dari
keganasan pada gaster, pankreas, atau keganasan hati primer.
4.
Nodul patologis supraclavicula sebelah kiri (virchow nodul) menunjukan adanya
keganasan pada daerah abdominal bagian atas.
5.
Pasien dengan penyakit jantung atau SN menunjukan anasarka.
F.
Pemeriksaan
Laboratorium
Cairan peritoneal harus diperiksa
untuk dihitung jumlah sel, pada albumin, kultur, total protein, pewarnaan gram,
dan sitologi untuk jenis asites yang tidak diketahui penyebabnya.
(www.daherba.com,2013).
1. Indikasi : kebanyakan cairan asites
transparan dan kuning minimal 10000 sel darah merah / microliter memeberikan
warna cairan asites warna pink dan jaringan terdapat 20000 sel darah merah /
microliter diperkirakan berwarna emrah seperti darah. Hal ini mungkin
berhubungan dengan traumatik pungsi atau keganasan.
Cairan kemerahan yang berasal dari traumatik pungsi berupa
darah dan cairan akan membentuk bekuan. Cairan yang non traumatik berwarna
kemerahan dan tidak membentuk bekuan karena cairan tersebut lisis. Jumlah
neutrofil > 50000 sel/microliter memberikan gambar purulent dan menunjukan
infeksi.
2.
Jumlah hitung sel : Cairan asites yang normal mengandung
< 500 leukosit/microliter dan < 250 leukosit PMN / microliter. Inflamasi
yang alaindapat menyebabkan peningkatan sel darah putih. Jumlah netrofil >
250 sel / microliter menunjukan adanya hepatitis bakterial. Pada peritonitis TB
dan peritoneal Carsinomatosis
terhadap predominan limfosit.
3. SAAG adalah pemeriksaan terbaik
untuk mengklasifikasikan asites dengan hipertensi portal (SAAG>1,1 g/dl) dan
non portal HT (SAAG<1,1 gr/dl). Pengukuran nilai albumin berhubungan
langsung dengan tekanan portal. Spesimen harus diperoleh secara berkelanjutan.
Ketepatan hasil SAAG + 97% dalam mengklasifikasikan asites. Kadar
albumin yang meningkat dan rendah menjelaskan sifat asites transudat/eksudat.
4. Protein total, Dulu cairan asites
dikategorikan eksudat jika jumlah protein > 0.5 g/dl, akan tetapi
ketepatan hanya 56% untuk mendeteksi penyebab eksudat. Kadar protein total
merupakan informasi tambahan pada pemeriksaan SAAG. Peningkatan SAAG dan
jumlah protein yang meningkat pada kebanyakan kasusasites dikarenakan kongesti
hati. Pada pasien-pasien dengan asites maligna mempunyai nilai SAAG yang rendah
dan kadar protein tinggi.
5. Kultur atau pewarnaan gram,
Sensitifitas kultur darah kira-kira 92 % dalam mendeteksi pertumbuhan bakteri
pada cairan asites. Pewarnaan gram sensitifitasnya hanya 10% dalam memberikan
gambaran bakteri pada peritonitis bakterial spontan. Kira-kira diperlukan 10000
bakteri/ml agar dapat terlihat pada pewarnaan gram. Pada peritonitis bakteri
spontan nilai konsentrasi rata-rata bakteri 1 organisme/ml.
6. Sitologi, Pemeriksaan sitologi
sensitifitasnya hanya 58-75 % dalam mendeteksi asites maligna.
G. Pemeriksaan
Penunjang
1. Foto thorax dan abdomen
a. Kenaikan diafragma dengan atau tanpa
efusi pleura simphatetik (hepatic
hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih dari 500 ml
cairan asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.
b. Tanda-tanda beberapa tanda asites
nonspesifik seperti gambar abdomen buram, penonjolan panggul, batas PSOAS
kabur, ketajaman gambar intraabdomen berkurang. Peningkatan kepadatan pada foto
tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan terkumpulnya gas di usus
halus.
c. Tanda-tanda berikut lebih spesifik
dan dapat dipercaya. Pada 80% pasien asites, tepi lateral hati diganti oleh
dinding thorax abdomen (Hellmer sign).
Obliterasi
sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic penumpukan cairan pada
kantung rektovesika dan dapat meluap ke fossa paravesika. Adanya cairan
memberikan gambaran kepadatan yang simetris pada kedua sisi kantung vesika
urinaria yang di sebut ”dog’s ear”
atau ”mickey mouse” appearance.
Pergeseran sekum dan kolon ascenden
kearah tengah dan pergeseran, dan pergeseran garis lemak properitoneal kelateral
terlihat pada 90% dengan asites yang signifikan.
2. USG
a. Real-time sonografi adalah
pemeriksaan cairan asites yang paling mudah dan spesifik. Volume sebesar 5-10
ml dapat dapat terlihat. Asites yang sederhana terlihat seperti gambar yang
homogen, mudah berpindah, anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan
menyebabkan terjadinya peningkatan akustik. Cairan asites tidak akan
menggeser organ, tetapi cairan akan berada diantara organ-organ tersebut. Akan
terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada perbatasan antara cairan
dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan minimal akan terkumpul pada kantung
morison dan mengelilingi hati membentuk gambar karakteristik polisiklik, ”lollipop” atau arcuate appearance di
karenakan cairan tersebut tersusn secara vertikal pada sisi mesenterium.
b. Gambar sonographic tertentu
menunjukan adanya asites yang terinfeksi, inflamasi, atau adanya keganasan.
Gambar tersebut meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus (chyle), septal multiple (peritonitis
tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei), distribusi cairan terlokalisir atau
atipik, gumpalan lengkung usus, dan penebalan batas antara cairan dan organ
yang berdekatan.
c. Pada asites maligna lengkung usus
tidak dapat mengapung secara bebas, tetapi tertambat pada dinding posterior abdomen,
melekat pada hati atau organ lainnya atau lengkung usus tersebut dikelilingi
oleh cairan yang terlokalisir.
d. Kebanyakan pasien (95%) dengan
keganasan peritonotis mempunyai ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm.
Penebalan kantung empedu berhubungan dengan asites jinak pada 82 % kasus.
Penebalan kantung empedu secara umum akibat sirosis dan HT portal.
3. CT-Scan
Asites
terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites terdapat pada
ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior (kantung morison), dan
kantung douglas. Beberapa gambar pada CT-Scan menunjukkan adanya neoplasia,
hepatik, adrenal, splenik, atau lesi kelenjar limfe berhubungan dengan
adanya massa yang berasal dari usus, ovarium, atau pankreas, yang menunjukkan
adanya asites maligna.
Pada
pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada ruang yang lebih
besar dan lebih kecil, sementara pada pasien dengan asites benigna cairan
terutama terdapat pada ruang yang lebih besar dan tidak pada bursa omental yang
lebih kecil.
4. Pemeriksaan lain
a. Laparoskopi dilakukan jika terdapat
asites maligna. Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosa adanya mesothelioma
maligna.
b. Parasentesis abdomen adalah
pemeriksaan yang paling cepat dan efektif untuk mendiagnosa penyebab asites.
Parasentesis terapetik dilakukan untuk asites masif atau sulit disembuhkan.
Pengeluaran 5 liter cairan merupakan parasentesis dalam jumlah besar.
Parasentesis total, atau pengeluaran semua cairan asites (di atas 20 liter) dapat
di lakukan secara aman. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pemberian albumin
5 g/l pada parasentesis diatas 5 liter dapat menurukan komplikasi parasentesis
seperti gangguan keseimbangan elektrolit dan peningkatan serum kreatinin akibat
pertukaran cairan intravaskuler.
c. Transjugular intrahepatik portacaval shunt (TIPS), Metode ini dilakukan dengan
cara memasang paracarval shunt dari sisi kesisi melalui radiologis dibawah
anestesi lokal. Metode ini sering digunakan untuk asites yang berulang.
H. Perawatan
untuk Ascites
Perawatan
dari ascites sebagian besar tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
Contohnya, peritoneal carcinomatosis atau
malignant ascites mungkin dirawat dengan pemotongan keluar kanker secara
operasi dan kemoterapi, sementara penatalaksanaan dari ascites yang berhubungan
dengan gagal jantung diarahkan menuju perawatan gagal jantung dengan
penatalaksanaan medis dan pembatasan-pembatasan makanan.
Karena
sirosis hati adalah penyebab utama dari ascites, ia akan menjadi fokus utama
dari bagian ini. (Unggul Budihusodo, 2012)
1. Diet
: Menatalaksanakan ascites pada pasien-pasien dengan sirosis secara khas
melibatkan pembatasan pemasukan sodium makanan dan penggunaan diuretics
(pil-pil air). Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram
per hari adalah sangat praktis, dengan sukses, dan secara luas direkomendasikan
untuk pasien-pasien dengan ascites. Pada kebanyakan dari kasus-kasus,
pendekatan ini perlu dikombinasikan dengan penggunaan diuretik karena
pembatasan garam sendirian umumnya bukan cara yang efektif untuk merawat
ascites. Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan garam harian
dapat sangat bermanfaat untuk pasien dengan ascites.
2. Pengobatan
: Diuretik meningkatkan ekskresi (pengeluaran) air dan garam dari ginjal-ginjal.
Regimen (aturan) diuretic yang direkomendasikan dalam setting dari ascites yang
berhubungan dengan hati adalah kombinasi dari spironolactone (Aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis tunggal harian dari 100 miligram
spironolactone dan 40 miligram furosemide adalah dosis awal yang biasanya
direkomendasikan. Ini dapat ditingkatkan secara berangsur-angsur untuk
memperoleh respon yang tepat pada dosis maksimum 400 miligram spironolactone
dan 160 miligram furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan
dosis tanpa ada efek samping. Meminum obat-obat ini bersama pada pagi hari
secara khas dianjurkan untuk mencegah buang air kecil yang seringkali sewaktu
malam hari.
3. Therapeutic
paracentesis : Untuk pasien-pasien yang tidak
merespon dengan baik pada atau tidak dapat mentolerir regimen diatas, therapeutic paracentesis (jarum yang
secara hati-hati ditempatkan kedalam area perut, dibawah kondisi-kondisi yang
steril) yang sering dapat dilakukan untuk mengeluarkan dalam jumlah yang besar.
Beberapa liter (sampai 4 sampai 5 liter) dari cairan dapat dikeluarkan secara
aman dengan prosedur ini setiap waktu. Untuk pasien-pasien dengan malignant
ascites, prosedur ini mungkin juga adalah lebih efektif daripada penggunaan
diuretic.
4. Operasi
: Untuk kasus-kaus yang lebih gigih (refractory), prosedur-prosedur operasi
mungkin adalah perlu untuk mengontrol ascites. Transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS) adalah
prosedur yang dilakukan melalui internal
jugular vein (vena utama pada leher) dibawah pembiusan lokal oleh
interventional radiologist. Shunt (langsiran) ditempatkan diantara portal venous system dan systemic venous system (vena-vena yang
mengalirkan balik darah ke jantung), dengan demikian mengurangi tekanan portal.
Prosedur ini dicadangkan untuk pasien-pasien yang mempunyai respon yang minimal
pada perawatan medis yang agresif. Ia telah ditunjukan mengurangi ascites dan
membatasi atau mengeliminasi penggunaan dari diuretik pada mayoritas dari
kasus-kasus yang dilaksanakan. Bagaimanapun, ia berhubungan dengan
komplikasi-komplikasi yang signifikan seperti hepatic encephalopathy
(kebingungan) dan bahkan kematian.
Penempatan-penempatan
langsiran yang lebih tradisional (peritoneovenous
shunt dan systemic portosystemic shunt) telah pada dasarnya ditinggalkan
yang disebabkan oleh angka komplikasi yang tinggi.
5. Transplantasi
hati : Akhirnya, transplantasi hati untuk sirosis yang telah lanjut mungkin
dipertimbangkan sebagai perawatan untuk ascites yang disebabkan oleh gagal
hati. Transplantasi hati melibatkan proses yang sangat sulit dan berkepanjangan
dan memerlukan pengamatan dan manajemen yang sangat ketat oleh
spesialis-spesialis transplantasi.
6. Perawatan lebih lanjut pasien rawat
inap
a. Pantau keadaan asites jika pemakaian
Na < 10 mmol/hr.
b. Pengukuran Na urin 24 jam berguna
pada pasien dengan asites yang berhubungan dengan HT portal sehingga dinilai
kadar Na, respon terhadap diuretik , dan menilai kepatuhan diet.
c. Untuk pasien asites derajat 3 dan 4
parasentesis terapi dilakukan secara intermiten.
I.
Komplikasi
Ascites
Beberapa
komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada ukurannya. Akumulasi
dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan
diaphragma dan pembentukan dari pleural effusion.
Infeksi-infeksi
adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien-pasien
dengan ascites yang berhubungan dengan portal
hypertension, bakteri-bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang
cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini disebut spontaneous
bacterial peritonitis atau SBP.
Antibodi adalah jarang pada ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada
cairan ascites adalah sangat terbatas. Diagnosis dari SBP dibuat dengan
melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel darah putih
atau bukti dari pertumbuhan bakteri.
Hepatorenal syndrome
adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan berpotensi mematikan (angka kelangsungan
hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu sampai kira-kira 3 bulan) dari yang
berhubungan dengan sirosis hati yang menjurus pada gagal ginjal yang progresif.
Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui dengan baik, namun ini
mungkin berakibat dari perubahan dalam cairan, aliran darah ke ginjal yang
terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan pemasukan-pemasukan
dari zat-zat kontras atau obat-obatan yang mungkin berbahaya untuk ginjal. (Unngul
Budihusodo, 2012).
J.
Prognosis Untuk
Ascites
Harapan
(prognosis) pada ascites terutama tergantung pada penyebab dan keparahan yang
mendasarinya. Pada umumnya, prognosis dari malignant ascites adalah buruk.
Kebanyakan kasus-kasus mempunyai waktu kelangsungan hidup yang berarti antara
20 sampai 58 minggu, tergantung pada tipe dari malignancy seperti yang
ditunjukan oleh kelompok dari penyelidik-penyelidik. Ascites yang disebabkan
oleh cirrhosis biasanya adalah tanda dari penyakit hati yang telah lanjut dan
ia biasanya mempunyai prognosis yang sedang (3 tahun kelangsungan hidup
kira-kira 50%). Ascites yang disebabkan oleh gagal jantung mempunyai prognosis
yang sedang karena pasien mungkin hidup bertahun-tahun dengan
perawatan-perawatan yang tepat (kelangsungan hidup rata-rata kira-kira 1.7
tahun untuk laki-laki dan kira-kira 3.8 untuk wanita-wanita pada satu studi
yang besar). (Randi, 2009)